Rabu, 15 Juni 2011

Bandung Berisik dan Pembelajaran Publik

(soni “bebek” sonjaya)

Event Bandung Berisik  telah berlalu pada tanggal 11 Juni 2011, namun ada sebuah harapan dan pembelajaran yang masih bersemayam dibenak kami semua. Event besar seperti itu tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja, harus ada sebuah pembelajaran yang sangat berharga bagi siapa saja yang terlibat di dalamnya.
Ada sebuah kebanggaan tersendiri bisa terlibat dalam event besar seperti Bandung Berisik dengan tagline REBEL MEET REBEL.  Keterlibatan saya memang sangat “kecil” hanya sebagai pembawa acara saja alias MC, namun ada sesuatu yang harus kita ambil hikmahnya besama-sama dari sebuah event tersebut.
Rasa haru menyerang pikiran dan jiwa ketika berdiri  di atas panggung berhadap-hadapan dengan puluhan ribu pasang mata, walau bukan pertama kalinya saya berhadapan dengan puluhan ribua massa namun kali ini ada nuansa lain, nuansa kebersamaan atas rasa rindu hadirnya event musik under ground dengan kelas yang besar hadir di Kota Bandung tercinta ini.
Setelah 8 tahun mati suri, Bandung Berisik kembali hadir di tanah airnya sendiri yaitu Bandung, di awali dengan berbagai keraguan dari berbagai pihak. Bagaimana tidak setelah tragedi ACC event-event metal sepertinya tidak lagi mendapat tempat dan sangat sulit memperoleh perizinan.
Pemerintah sangat ragu untuk memberikan restunya, Polisi pun setali tiga uang. Mereka tidak mau memberikan izinnya dikarenakan ketakutan massa akan rusuh dan anarkis (sebuah analisa dangkal dan tidak cerdas).
Seberkas titik terang mulai muncul pada saat diselenggarakannya konfrensi pers dan diskusi pada tanggal 6 Juni 2011 bertempat di Bober cafĂ© ( kebetulan memang saya yang menjadi pembawa acara press con tersebut). Hadir dalam acara tersebut selain Atap Promotion sebagai Event Organizer, hadir pula sesepuh Ujung Berung Rebel ( Man Jasad dan Kimung) serta Wakil Walikota Ayi Vivanda, Aat Syafaat Khodijat (DPRD) dan tentunya komunitas under ground. Semua curahan hati dari masing-masing phak terungkap pada saat itu, apa yang menjadi unek-unek komunitas dan apa yang menjadi kehawatiran pemerintah semuanya ada, hanya sayang pihak kepolisian tidak hadir saat itu (entah apa alasannya). 
Titik focus kekhawatiran pemerintah dan Kepolisian hanya terletak pada stigma kerusuhan dan kebrutalan anak-anak under ground mungkin hanya berkaca dari satu kasus ACC saja. Sementara sebagai parameternya saya jelek-jelek begini sudah 5 (lima) kali menjadi MC konser musik metal kelas internasional dan semuanya berjalan aman dan tertib ( Napalm Death ke 1 dan 2, Suffocation, Caliban, Rufio, Death Angel ), saya jadi berpikir apanya yang rusuh, anarkis dan brutal karena sepanjang saya menjadi MC konser Metal tidak ada satu kejadian pun.
Maka pada saat saya berdiri di atas panggung Bandung Berisik Rebel Meet Rebel tidak terasa mata berkaca-kaca mengingat perjuangan Atap Promotion dan Komunitas Under ground untuk membuat event ini jadi dilaksanakan.
Atap Promotion sebagai Event Organizer sudah sangat melengkapi persyaratan untuk menggelar sebuah konser besar, mulai dari tata letak panggung, pemecah massa, gate (gerbang) yang dibagi menjadi beberapa ring, sumber daya manusia (crew) dan kebutuhan-kebutuhan event lainnya. Hal ini dipersiapkan sebagai dasar bahwa ini adalah sesuatu yang serius, sesuatu yang bukan main-main belaka, hal ini berkaitan dengan sebuah idealisme dan industri hiburan yang dikombinasikan.
Tidak heran pada saat saya memulai acara tersebut kata-kata yang pertama kali saya ucapkan adalah “ selamat kepada semua pihak, khususnya penonton yang hadir karena kalianlah pejuang under ground yang sebenarnya, jadi mari kita jaga agar tertib dan damai menikmati musik maka tahun depan bakal ada lagi Bandung Berisik berikutnya “ dan ribuan penonton berteriak setuju sambil mengacungkan salam tiga jari ( sebuah momentum yang tidak akan saya lupakan).
Menjadi MC konser under ground sekelas Bandung Berisik terasa ringan, karena kami (saya dan penonton) satu hati satu jiwa dengan semangat menyelamatkan Bandung Berisik ke dalam kematian, spirit kebersamaan yang membuat konser berjalan tertib.
Banyak hal yang ingin saya tulis, namun nanti sajalah kita bahas lebih lanjut lagi. Satu hal bahwa saya Soni “bebek” Sonjaya sangat bangga menjadi bagian dalam sejarah musik under ground dan begitupun dengan semua penonton yang hadir. Salam satu jari dari saya (telunjuk) La Illaha Ilallah.