Selasa, 17 Mei 2011

Antara Kutu Loncat, Penghianat dan Oportunis


ANTARA  KUTU LONCAT, PENGHIANAT  DAN OPORTUNIS

Pindah rumah itu bagi kita adalah sesuatu yang wajar, hal ini merupakan sebuah dinamika bagi kehidupan manusia, jangankan pindah rumah pindah warga negara sampai pindah jenis kelamin pun sangat dimungkinkan dalam kehidupan ini. Pertanyaannya adalah apakah dinamika itu sebuah kewajaran atau malah sesuatu yang tidak pantas untuk dilakukan.
Sebuah tindakan seorang manusia tidak luput dari sebuah motif dan motif (Gerungan 151:2004) adalah yang melingkui semua penggerak, alasan, atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu.
Motif dibagi menjadi dua, yaitu motif tunggal dan motif bergabung, motif tunggal adalah alasan-alasan pribadi, sedangkan motif bergabung motif bersama-sama dengan anggota perkumpulan atau organisasi.
Saat ini di Propinsi Jawa Barat ada topik sedang hangat diperbincangkan oleh semua kalangan masyarakat, mulai dari tingkatan kelas bawah yang membaca surat kabar seharga seribu perak, sampai ke tingkat atas yang membaca news online dan topik tersebut adalah pindahnya seorang Dede Yusuf dari Partai Amanat Nasional ke Partai Demokrat. Lantas apa yang menjadi menarik, karena perpindahan adalah sebuah kewajaran. Pemicu hangatnya fenomena ini dikarena yang pindah kewargaan politiknya adalah seorang Wakil Gubernur Jawa Barat yang dibesarkan oleh Partai Amanat Nasional (PAN).
Sejarah perjalanan seorang Dede Yusuf sebelum masuk ke gerbang Gedung Sate bahkan jauh sebelumnya masuk ke gedung dewan terlebih dahulu adalah seorang artis yang sangat terkenal, tidak seorangpun ragu akan tingkat popularitas seorang Dede Yusuf.
Awal mula selebritis masuk ke partai politik sebetulnya sudah sejak lama, mulai dari Orde Baru pun banyak selebritis yang masuk parpol. Rhoma Irama sang satria bergitar adalah kader PPP yang pada akhirnya menyebrang ke Golkar, kemudian adalagi Sophan Sophian yang betah sampai akhir hayat di PDI, ada lagi Kaharudin Syah, namun hal tersebut tidak menjadi isue yang menarik karena hanya beberapa gelintir saja artis yang berada di parpol.
Berbeda kasusnya ketika tahun 2004, artis atau selebritis berlomba-lomba masuk parpol dan berlomba-lomba mencalonkan diri menjadi anggota legislatif bahkan berlomba-lomba mencalonkan diri menjadi Walikota, Bupati sampai Gubernur. Partai politik membuka pintunya lebar-lebar bagi setiap artis yang masuk, hal ini sangat lumrah dan jelas hitung-hitungannya karena artis dijadikan sebagai vote getter (peraih suara). Partai-partai politik besar adalah yang paling banyak diminati oleh artis-artis adalah parpol yang tergabung the Big Five. Artis –artis tidak berminat dengan partai gurem yang tidak jelas arahnya.
Sosok Dede Yusuf addalah salah satu artis yang merapat ke Partai Amanat Nasional dan dengan mulus masuk ke Gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Tidak puas dan merasa cukup Dede Yusuf mencalonkan diri menjadi Wakil Gubernur berpasangan dengan Achmad Heriyawan dari PKS. Persaingan saat itu memang sangat ketat mengingat ada sosok Agum Gumelar dan calon-calon lain yang kuat basis massanya. Diluar perhitungan dan perkiraan ternyata popularitas Dede Yusuf mampu mendongkrak raihan suara yang mayoritas penduduk Jawa Barat adalah kaum wanita.
Kekuasaan adalah sesuatu yang menggiurkan, kekuasaan disinyalir dekat dengan kekayaan, maka tidak heran jika orang yang mempunyai kekuasaan berusaha sekuat tenaga mempertahankan kekuasaannya selama mungkin. Inilah yang mungkin ada dialam pikiran seorang Dede Yusuf yang merapat ke Partai Demokrat dan meninggalkan PAN yang jelas-jelas membesarkannya.
Bagi masyarakat awam perpindahan Dede Yusuf dari PAN ke Demokrat adalah sebuah hal yang wajar saja, bahkan mungkin ditanggapi dengan biasa-biasa. Akan tetapi hal ini menjadi berbeda ketika yang menanggapi adalah internal PAN.  
Secara etika politik rasanya Dede Yusuf jelas melanggar, perpindahan dari PAN ke Partai Demokrat sangat tidak etis. Hal yang menjadi pokok permasalahan adalah Dede Yusuf masih menjabat sebagai Wakil Gubernur yang pada mulanya diusung oleh PAN. Tugas-tugas sebagai Wakil Gubernur beleun selesai, artinya Dede Yusuf yang sekaligus sebagai warga PAN harusnya menyelesaikan terlebih dahulu masa jabatannya sampai akhir. Komitmen adalah hal yang sensitif dalam politik, dan komitmen inilah yang justru yang seringkali tidak dimiliki oleh politisi.
Motif apa sebenarnya yang ada dalam sosok Dede Yusuf  tentang kepindahannya dari PAN ke Demokrat, hal ini yang akan diuraikan dalam tulisan ini.
Kutu Loncat
     Kutu loncat adalah serangga kecil yang merupakan anggota suku Psyllidae. Serangga ini hidup dengan memakan cairan tumbuhan, sehingga beberapa jenisnya dikenal menjadi hama berbahaya. Bersama-sama dengan berbagai kutu hama tumbuhan seperti kutu daun, kutu perisai, dan kutu putih ia digabungkan ke dalam kelompok Sternorrhyncha, yang dianggap bentuk hidup paling primitif dari kepik sejati (Hemiptera). Walaupun kutu loncat pada beberapa pustaka dianggap sebagai satu suku, sekarang mereka disebar ke enam famili, salah satunya adalah kutu loncat (wikipedia)
            Kutu loncat adalah sejenis hama, dana bisa kita bayangkan dalam berita yang dimuat oleh inilah.com tanggal 21 April 2011 Seorang Dede Yusuf dengan tegas menyatakan dia tidak keberatan jika dia disebut sebagai KUTU LONCAT assal jangan disebut “penghianat”. Bagi masyarakat yang tahu apa itu kutu loncat tentu sangat berkonotasi buruk karena kutu loncat adalah hama yang jelas-jelas merugikan petani. Lantas ada seorang Wakil Gubernur yang menyatakan dirinya tidak keberatan disebut sebagai kutu loncat yang jika diartikan bahwa seorang Dede Yusuf adalah sosok hama yang jelas-jelas tidak menguntungkan keberadaanya.
            Mari kita telaah berdasarkan teori-teori komunikasi politik, yang mana komunikasi  definisi komunikasi politik (Hafied Cangara 35: 2009) bahwa komunikasi poiitk dirumuskan sebagai suau proses pengoperan lambang-lambang atau simbol-simbol komunikasi yang berisi pesan-pesan poltik dari seseorang atau kelompok kepada orang lain dengan tujuan membuka wawasan atau cara berpikir, serta mempengaruhi sikap dan tingkah laku khalayak yang menjadi target politik.
            Selain dari definisi, kita pun menghubungkan dengan apa itu pesan politik (Hafied Cangara 37 : 2011) adalah pernyataan yang disampaikan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik secara verbal maupun non verbal, tersembunyi maupun terang-terangan, baik yang disadari maupun tidak disadari yang isinya mengandung bobot politik.
            Jika dihubungkan dengan pernyataan Dede Yusuf tentang kepindahannya dari PAN ke Partai Demokrat yang mana sempat terucap olehnya “ tidak keberatan disebut kutu loncat” maka jika dianalisis adalah sebuah bumerang yang sangat buruk dampaknya bagi karir politik Dede Yusuf.  Tujuan Dede Yusuf jelas adalah sebuah pesan politik bagi publik. Pilihan dalam menyetujui bahwa isitilah kutu loncat adalah sesuatu yang tidak tepat bagi pencitraan dirinya karena artinya bernilai sangat negatif, bukan hanya sekedar golongan masyarakat yang faham politik saja yang mengerti arti dari kutu loncat melainkan masyarakat awampun mengerti bahwa arti dri kutu loncat adalah hama yang menganggu.
            Komunikasi politik yang dilakukan oleh Dede Yusuf dengan mengatakan bahwa dia tidak keberatan disebut dengan kutu loncat akan sangat berdampak pada tingkat kepercayaan publik pada komitmennya. Untuk saat ini sangat yakin jika masyarakat melalukan jejak pendapat terhadap Dede Yusuf maka hasilnya akan sangat buruk karena tingkat kepercayaan publik sudah sangat berkurang, seandainya pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat dilakukan tahun 2011 maka kursi tersebut hanya tinggal kenangan saja bagi Dede Yusuf.
Penghianat
Dalam artikel tersebut di atas jelas Dede Yusuf memilih disebut kutu loncat dibanding disebut penghianat. Sebuah pilihan istilah yang sangat dilematis bagi seorang Dede Yusuf. Tidak ada satupun pilihan istilah yang positif diantara “kutu loncat” dan “penghianat”. Lantas mengapa Dede Yusuf memilih kutu loncat dibanding penghianat. Wajar dan bisa dimaklumi jika harus menghindari penghianat, karena penghianat adalah sebuah tindakan yang paling haram dilakukan oleh seorang anggota organisasi, haram dilalakukan oleh seorang prajurit, haram dilakukan oleh seorang warga negara. Penghianat atau berkhianat artinya menyebrang ke pihak musuh atau lawan.
      Penghianat, berkhianat dan penghianatan menjadi sebuah label paling rendah bagi manusia jika dikaitkan dengan sebuah konsep perjuangan dan bernegara. Betapa seorang penghianat negara akan sangat diburu oleh intelejen karena membocorkan rahasia negara.
Lantas jika berbicara Dede Yusuf bukan penghianat apa namanya perbuatan yang telah dilakukan yakni hengkangnya dari PAN ke Partai Demokrat di saar Dede Yusuf masih menjabat sebagai Wakil Gubernur yang pada saat proses pemilihannya diusung oleh PAN. Hak untuk menyatakan Dede Yusuf penghianat atau bukan adalah tidak bearada pada tangan media, bukan pula oleh publik, melainkan hak tuk menyatakan Dede Yusuf penghianat atau bukan adalah Partai Amanat Nasional (PAN) itu sendiri.
      PAN adalah sosok yang paling berhak menentukan penghianat atau bukan atas pindahnya Dede Yusuf dari PAN ke Demokrat.Hal ini sangat jelas karena PAN yang merupakan induk semangnya Dede Yusuf ketika masuk ke lingkungan politik. Jika seorang kita beranalogi seorang Dede Yusuf adalah anak bagi PAN, dan ketika anak itu sudah besar dan mampu berdiri sendiri maka sang anak dengan pergi meninggalkan orang tuanya dan melupakan jasa-jasanya. Analogi barusan adalah yant disebut dengan seorang anak yang durhaka kepada ibu bapaknya.
Rasa sakit hati yang dirasakan oleh PAN adalah sebuah kewajaran dalam kehidupan berpolitik dan bernegara karena PAN pun sudah sangat habis-habisan mengerahkan daya dan upaya untuk memuluskan jalan Dede Yusuf masuk ke Gedung Sate. Hal ini terungkap dalam artikel Antara News.com 12 April 2011   "Kami kecewa, tetapi kami menghormati, itu hak politik Pak Dede Yusuf selaku warga negara yang dilindungi undang-undang," kata Sekertaris DPW PAN Jabar Yana Ismayana kepada wartawan.
Lantas apa yang ada dalam benak konstituan Dede Yusuf ketika Dede Yusuf dianggap menyakiti hati PAN dan kemudian media memuat berita tersebut secara ekspolisif mengingat Dede Yusuf adalah attention getter yang luar biasa karena seorang Wakil Gubernur. Mengingat komunikasi politik juga bersinggungan dengan media, yang mana fungsi Komunikasi Politik  dijelaskan oleh oleh Mc Nair  (Cangara, 39:2009), bahwa komunikasi politik memiliki lima fungsi dasar, yalni sebagai berikut
1.      Memberikan informasi kepada masyarakat apa yang terjadi di sekitranya. Di sini media komunikasi memiliki fungsi pengamatan dan juga fungsi monitoring apa yang terjadi dalam masyarakat
2.      Mendidik masyarakat terhadap arti dan signifikasi fakta yang ada. Di sini para jurnalis diharapkan melihat fakta yang ada sehingga berusaha membuat liputan yang objektif (objective reporting) yang mendidik masyarakat atas realitas fakta tersebut.
3.      Menyediakan diri sebagai platform untuk menampung masalah-masalah politik sehingga menjadi wacana dalam membentuk opini publik, dan mengembalikan opini tersebut kepada masyarakat. Dengan cara demikian. Nisa memberi arti dan nilai pada usaha penegakan demokrasi.
4.      Membuat publikasi yang ditujukan kepada pemerintah dan lembaga lembaga politik. Di sini media bisa berfungsi sebagai anjing penjaga ( wacth dog) sebagai mana pernah terjadi dalam kasus mundurnya Nixon sebagai presiden Amerika karena terlibat watergate.
5.      Dalam masyarakat yang demokratis, media politik berfungsi sebagai saluran advokasi yang bisa membantu agar kebijakan dan program-program lembaga politik dapat disalurkan kepada media massa.
Dengan sedikit keberanian untuk menyimpulkan bahwa sebenarnya dari lima tadi adalah fungsi media menjadi pemberi informasi, objective reporting, penyedia platform, watchdog dan advokasi. Pada akhirnya memang kembali ke masyarakat sebagai penentu keputusan dan perubahan sikap terhadap pelaku-pelaku politik,
Dapatlah kita bayangkan apa yang akan terjadi dengan pemberitaan media massa tentang Dede Yusuf yang berpindah parpol dari PAN yang membesarkannya ke Demokrat, yang mana dalam informasinya menyebutkan adanya istilah Penghianat dan Kutu loncat. Secara jangka pendek tingkat kepercayaan publik akan menurun sangat drastis karena masyarakat akan mempunyai pendapat bahwa “ Jika terhadap partai yang membesarkannya Dede Yusuf bisa berkhianat apalagi terhadap rakyatnya”
Oportunis
            Ada hal lain yang menarik untuk menyikapi pindahnya Dede Yusuf dari PAN ke Demokrat disaat jabatan Wakil Gubernur belum selesai diembannya. Hal ini diyakini leh siapa saja bahwa proyeksinya adalah adanya sebuah bidikan atau target lain untuk meraih kursi Jawa Barat Satu atau Gubernur yang dalam hal ini Dede Yusuf pesimis jika PAN masih mau mengusungnya.
            Melanggengkan kekuasaan adalah suatu hal yang lumrah dalam dunia politik. Ferdiand Marcos, Suharto, Fidel Castro, Sadam Husein adalah tokoh-tokoh politik dunia yang terkenal akan kelanggengan kekuasaannya, bahkan yang terahir adalah Moamar Khadafi Presiden Libia yang mana sebagian rakyatnya bergerak menuntut agar Khadafi turun dari kusri kepresiden dan pada akhirnya Amerika dengan senang hati ikut mambantu dalam proyek penggusuran Khadafi dari kursi presiden dengan dalih penegakan demokrasi.
            Berkaitan dengan keanggotaan partai politik bagi seseorang pada dasarnya ada bebrapa alasan (Cangara 216 : 2009), yaitu :
1.      Melalui partai dia dapat melakukan kontak sosial dengan banyak orang, karena partai merupakan representasi dari kumpulan banyak orang.
2.      Ingin mendapatkan perlindungan dan hak – hak istimewa melalui parpol dalam bentuk aktualisasi diri, misalnya menduduki jabatan dalam partai atau menjadi calon terpilih.
3.      Ingin memperoleh pendapatan dengan menduduki jabatan seperti menteri,DPR atau DPD.
4.      Kesempatan untuk meniti karier ke jenjang yang lebih tinggi.
5.      Untuk memperjuangkan ideologi.
Maka wajar jika seorang Dede Yusuf berpindah parpol karena dia sudah tidak bisa memanfaatkan parpolnya untuk memuluskan niatnya untuk menduduki jabatan tertentu. Dengan kata lain Dede Yusuf sebagai seorang oportunis yang mana Dede Yusuf memanfaatkan peluang-peluang yang ada di Demokrat. Dia membaca bahwa situasi sudah tidak menguntungkan jika berdiam diri di PAN.
            Ideologi oportunis menurut kamus besar adalah paham yang semata-mata hendak mengambil keuntungan untuk diri sendiri dari kesempatan ang ada tanpa berpegang pada prinsip tertentu. Artinya orang-orang oportunis adalah orang yang memikirkan keuntungan pribadi, bukan kepentingan umum.
            Menganalisis gerakan politik Dede Yusuf adalah jelas sebagai orang oportunis sejati, dan dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Pada saat masuk PAN dan mencalonkan menjadi anggota parlemen Dede Yusuf sangat sadar bahwa sebagai seoang Artis dia bisa dimanfaatkan sebagai alasan masyarakat untuk memilihnya.
2.      Pada saat mencalonkan diri menjadi Wakil Gubernur lagi-lagi Dede Yusuf memanfaatkan sisi popularitasnya sebagai peluang untuk dipilih oleh rakyat dan ditunjang oleg suara anggota PAN dan simpatisannya.
3.      Pada saat masih menjabat Wakil Gubernur dia menyadari bahwa PAN sudah tidak akan mencalonkannya lagi, maka dia membaca peluang dan kesempatan yang menguntungkan di Partai Demokrat
Lantas jika begitu apa yang menjadi alasan bagi kita untuk memlih Dede Yusuf, atau apa yang menjadi alasan bagi kita untuk menyatakan bagus atas kinerja Wakil Gubernur Jawa Barat yang telah nyata-nyata dan jelas sebagai orang yang oportunis dan seornag oportunis adalah orang yang hanya semata-mata memikirkan keuntungan pribadi. Wallahu alam bisawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar